Khoirul Sasmitra (Raden Pandanaran)
Manusia Hidup Itu Di ibaratkan WAYANG kadang di uji ya kadang Di puji Kadang Juga Di cela Dan di tonton atau di Lihat di Atas Panggung.... Mlaku sak mlaku Obah sak Polah Di obahno DALANGE Dalange yo iku Gusti Alloh Kunjungi Juga Sosial Media Di Bawah ini *YouTube : Khoirul Sasmitra https://www.youtube.com/KhoirulSasmitra *Dailymotion : Khoirul Sasmitra https://dailymotion.com/khoirul_sasmitra *IG : khoirul_sasmitra https://instagram.com/khoirul_sasmitra *FB : Khoirul Sasmitra
khoirul sasmitra
loading...
Kamis, 17 September 2020
Minggu, 13 September 2020
Kamis, 08 November 2018
Syi'ir Sangkan Paraning Dumadi 
Syi'ir Sangkan Paraning Dumadi

Ya robbi bil mustofa balligh maqoosidana
Waghfirlana mamado yawasi’al karomi
Huwal habiibulladzii turja syafaa’atuhuLikullihaw luminal ahwalimuqtahimin
Maulaya sholli wasallimdaaiman abada
‘Ala habiibihal khoiril kholqi kullihimiin
Amin amin ya alloh ya rohman ya rohiim
Antaja waddul haliim wa anta ni’mal mu’in
Wong mati jare urip, wong urip jare mati.( Orang mati sejatinya hidup, orang hidup sejatinya mati )
Sak kujur badan urip nanging atine mati( Kelihatannya hidup, tetapi hatinya mati )
sak kujur badan mati nanging atine urip( kelihatanya mati, tetapi hatinya hidup )
Yoiku den arani mati sak jroning urip.( Itu yang disebut mati didalam hidup )
Ya robbi bil mustofa balligh maqoosidana
Waghfirlana mamado yawasi’al karomi
Huwal habiibulladzii turja syafaa’atuhu
Likullihaw luminal akhwalimuqtahimin
Sholat ngiras nyambut damel( sambil bekerja tetap sholat...)
Lenggah sinambi Lumampah( duduk sambil berjalan )
Ambisu nanging wicanten( diam tapi bicara )
Kesahan kaliyan tilem( bepergian sambil tidur )
Ananing napas kito tandaning jiwo kito( adanya nafas kita tandanya jiwa kita )
Ananing getih kito tandaning eroh kito( Darah kita sebagai tanda adanya ruh kita )
Ananing jasad kito tandaning sukmo kito( Adanya jasad kita, sbagai tanda suksma kita )
Ananing krenteg kito tandaning nyowo kito( adanya niatt, pertanda nyawa masih bersemayam )
Gusti Alloh kang moho suci, ora gingsir kahanan jati( keberadaan kita, tidak terlepas dari Allah yang maha suci )
Nyepi dateng memuji, sekabehing alam iki( seluruh alam bertasbih, tanpa kita mengetahuinya )
Ya robbanaa ya kariim
Ya robbanaa ya rohiim
Anta jawaddul haliim
wa anta ni’mal mu’in.
Mulo dulur podo sujudto, syukur maring nikmate Alloh( mari senantiasa bersujud, sebagai tanda syukur)
Sedoyo hukum keduwe Alloh( Allah serba Maha )
Sedoyo makhluk balik nang Alloh( semua isi alam, akan kembali kepada Allah ).
Selasa, 23 Oktober 2018
MAMPIR NGOMBE
URIP MUNG MAMPIR NGOMBE

Makna Ajaran “Wong Urip iku Mung Mampir Ngombe”
Secara harafiah, “Wong urip iku mung mampir ngombe” dapat diartikan orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum. Meskipun ungkapan tersebut mempunyai arti yang sederhana tetapi makna yang terkandung sangat dalam. Untuk dapat memahami makna ungkapan itu kita dituntut untuk memahami kehidupan manusia secara menyeluruh. Dalam budaya Jawa kehidupan manusia dimulai semenjak tumbuhnya bayi dalam kandungan ibu kemudian setelah bayi dilahirkan ke dunia, dimulailah kehidupan yang sebenarnya dunia. Dengan kematian seseorang, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia, dimulailah kehidupannya di alam lain yang belum kita ketahui pasti. Pemahaman tentang tiga kehidupan ini biasa dimanifestasikan sebagai alam purwa, madya dan wasana. Makna ungkapan “Wong urip itu mung mampir ngombe” mengacu kepada alam madya, yaitu kehidupan setelah manusia dilahirkan di dunia.
Mengisi Kehidupan yang Sesaat Seperti kita ketahui manusia terlahir di dunia ini berbekal empat sifat dasar yang mewarnai kehidupannya, yang sering diistilahkan dengan aluamah, sefiah, amarah dan mutmainah, atau yang biasa juga diistilahkan dengan nafsu angkara, amarah, keinginan dan perbuatan suci. Nafsu-nafsu tersebut timbulnya dirangsang oleh anasir-anasir yang ada di dunia ini dan masuk melalui paningal (mata), pengucap (mulut), pangrungu (telinga) dan pangganda (hidung).
Anasir alam yang masuk melalui mata berwujud nafsu keinginan akibat rangsangan sesuatu yang terlihat oleh mata. Anasir alam yang masuk melalui mulut berupa kata-kata kotor yang diucapkan oleh mulut. Anasir alam yang masuk melalui telinga berwujud suara yang tidak enak didengar oleh telinga dan menyebabkan seseorang marah, kasar dan mata gelap. Sedangkan anasir alam yang masuk melalui hidung berwujud tindakan-tindakan baik karena hidung tidak mau menerima bau-bau yang tidak enak. Dengan bekal empat sifat dasar hidup itu, manusia diwajibkan menguasai keempat nafsu yang melekat pada dirinya. Dengan kata lain, manusia harus menguasai ketiga nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang kurang baik, yaitu aluamah, amarah dan sufah, dan mengutamakan nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan baik, yaitu mutmainah. Menguasai di sini diartikan sebagai memelihara mengatur ataupun mengendalikan. Apabila manusia dapat memelihara mengatur serta mengendalikan keempat nafsu-nafsu tersebut akan menjadi manusia teladan dalam arti dapat diteladani oleh orang-orang disekitarnya karena tindakan-tindakannya selalu terpuji.
Sebaliknya apabila manusia tidak dapat memelihara mengatur serta mengendalikan keempat nafsu-nafsunya, orang tersebut akan menampilkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, sehingga ia dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya, oleh karena itu kehidupan di dunia yang hanya sesaat tersebut, yang dalam budaya Jawa diungkapkan istlah “wong urip iku mung mampir ngombe”, haruslah disibukkan dengan tindakan-tindakan memelihara, mengatur serta mengendalikan keempat nafsu manusia ini, sehingga kehidupan di dunia yang sifatnya hanya sesaat tersebut diisi dengan tindakan-tindakan terpuji, seperti tolong-menolong, mengasihi sesama, berbakti kepada nusa dan bangsa, saling hormat-menghormati, bermusyawarah untuk mencapai mufakat dan lain-lain. Dengan demikian apabila pada saat kematian, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia dapat diharapkan roh manusia tersebut akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu causa pria segala kehidupan di dunia ini.
Selamat sampai Tujuan
Kehidupan di dunia ini dapat diibaratkan sebagai perang antara nafsu baik dan nafsu yang tidak baik. Agar manusia dapat memenangkan perang tersebut, sehingga pada saat kematian rohnya kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia harus dapat menempatkan hati nuraninya di atas nafsu. Dengan kata lain, hati nurani manusia haruslah menguasai nafsu. Jika hati nurani dikuasai oleh nafsu pada saat kematian roh manusia dapat kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimana agar seseorang dapat menjaga hati nuraninya selalu berada di atas nafsu? Budaya Jawa mengajarkan agar seseorang selalu menjalani laku, seperti berpuasa dan lain-lain, sebagai latihan pengendalian diri sehingga dapat mengendalikan diri apabila timbul rangsangan untuk bertindak yang tidak baik. Selain itu budaya Jawa juga mengajarkan agar seseorang selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu mendapatkan terang dari-Nya yang akan menyebabkannya dapat berpikir secara jernih dan bersih.
Tujuan hidup manusia adalah selamat di dunia maupun di alam kelanggengan. Untuk dapat mencapai tujuan itu manusia dituntut untuk terus menerus berjuang menegakkan kebenaran. Dalam kehidupan di dunia yang sesaat, manusia harus dapat mengisinya dengan tindakan baik. Oleh karena itu budaya Jawa selalu mengingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sifatnya. Peringatan tersebut diungkapkan dalam istilah “wong urip iku mung mampir ngombe”. Apabila seseorang selalu ingat akan hal ini dan mengisi kehidupan sesaat dengan tindakan baik, maka dapatlah diharapkan tujuan hidup seseorang akan tercapai, yaitu selamat di dunia maupun di alam kelak nanti.
Mengisi Kehidupan yang Sesaat Seperti kita ketahui manusia terlahir di dunia ini berbekal empat sifat dasar yang mewarnai kehidupannya, yang sering diistilahkan dengan aluamah, sefiah, amarah dan mutmainah, atau yang biasa juga diistilahkan dengan nafsu angkara, amarah, keinginan dan perbuatan suci. Nafsu-nafsu tersebut timbulnya dirangsang oleh anasir-anasir yang ada di dunia ini dan masuk melalui paningal (mata), pengucap (mulut), pangrungu (telinga) dan pangganda (hidung).
Anasir alam yang masuk melalui mata berwujud nafsu keinginan akibat rangsangan sesuatu yang terlihat oleh mata. Anasir alam yang masuk melalui mulut berupa kata-kata kotor yang diucapkan oleh mulut. Anasir alam yang masuk melalui telinga berwujud suara yang tidak enak didengar oleh telinga dan menyebabkan seseorang marah, kasar dan mata gelap. Sedangkan anasir alam yang masuk melalui hidung berwujud tindakan-tindakan baik karena hidung tidak mau menerima bau-bau yang tidak enak. Dengan bekal empat sifat dasar hidup itu, manusia diwajibkan menguasai keempat nafsu yang melekat pada dirinya. Dengan kata lain, manusia harus menguasai ketiga nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang kurang baik, yaitu aluamah, amarah dan sufah, dan mengutamakan nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan baik, yaitu mutmainah. Menguasai di sini diartikan sebagai memelihara mengatur ataupun mengendalikan. Apabila manusia dapat memelihara mengatur serta mengendalikan keempat nafsu-nafsu tersebut akan menjadi manusia teladan dalam arti dapat diteladani oleh orang-orang disekitarnya karena tindakan-tindakannya selalu terpuji.
Sebaliknya apabila manusia tidak dapat memelihara mengatur serta mengendalikan keempat nafsu-nafsunya, orang tersebut akan menampilkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, sehingga ia dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya, oleh karena itu kehidupan di dunia yang hanya sesaat tersebut, yang dalam budaya Jawa diungkapkan istlah “wong urip iku mung mampir ngombe”, haruslah disibukkan dengan tindakan-tindakan memelihara, mengatur serta mengendalikan keempat nafsu manusia ini, sehingga kehidupan di dunia yang sifatnya hanya sesaat tersebut diisi dengan tindakan-tindakan terpuji, seperti tolong-menolong, mengasihi sesama, berbakti kepada nusa dan bangsa, saling hormat-menghormati, bermusyawarah untuk mencapai mufakat dan lain-lain. Dengan demikian apabila pada saat kematian, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia dapat diharapkan roh manusia tersebut akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu causa pria segala kehidupan di dunia ini.
Selamat sampai Tujuan
Kehidupan di dunia ini dapat diibaratkan sebagai perang antara nafsu baik dan nafsu yang tidak baik. Agar manusia dapat memenangkan perang tersebut, sehingga pada saat kematian rohnya kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia harus dapat menempatkan hati nuraninya di atas nafsu. Dengan kata lain, hati nurani manusia haruslah menguasai nafsu. Jika hati nurani dikuasai oleh nafsu pada saat kematian roh manusia dapat kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimana agar seseorang dapat menjaga hati nuraninya selalu berada di atas nafsu? Budaya Jawa mengajarkan agar seseorang selalu menjalani laku, seperti berpuasa dan lain-lain, sebagai latihan pengendalian diri sehingga dapat mengendalikan diri apabila timbul rangsangan untuk bertindak yang tidak baik. Selain itu budaya Jawa juga mengajarkan agar seseorang selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu mendapatkan terang dari-Nya yang akan menyebabkannya dapat berpikir secara jernih dan bersih.
Tujuan hidup manusia adalah selamat di dunia maupun di alam kelanggengan. Untuk dapat mencapai tujuan itu manusia dituntut untuk terus menerus berjuang menegakkan kebenaran. Dalam kehidupan di dunia yang sesaat, manusia harus dapat mengisinya dengan tindakan baik. Oleh karena itu budaya Jawa selalu mengingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sifatnya. Peringatan tersebut diungkapkan dalam istilah “wong urip iku mung mampir ngombe”. Apabila seseorang selalu ingat akan hal ini dan mengisi kehidupan sesaat dengan tindakan baik, maka dapatlah diharapkan tujuan hidup seseorang akan tercapai, yaitu selamat di dunia maupun di alam kelak nanti.
Lailahailallah 3x
Muhammadurrasulullah
(Lailahailallah 3x) 2x
(Muhammadurrasulullah) 2x
Ojo siro banget-banget
Seneng-seneng nok alam dunyo
Malaikat juru pati
lirak lirek marang siro
Ole e nglerek malaikat
Arep njabot nyowo siro
Ole e njabot ngenteni
Dawuhe kang moho Mulyo
Lailahailallah 3x
Muhammadurrasulullah
Lailahailallah 3x
Muhammadurrasulullah
Ojo enak-enak turu
Ilingo marang patine
Yen dipundot Gusti Allah
Menungso karek getune
Umur menungso ben dino sudo
Ayo poro konco podo ndang tobato
Urep neng dunyo piro suwene
Diumpamakno mung mampir ngombe
Lailahailallah
Muhammadurrasulullah
Lailahailallah
Muhammadurrasulullah
MATI SAK JERONING URIP
MATI SAK JERONING URIP

Wong Mati Jare Urip Wong Urip Jare Mati
Sakujur Wadag Urip Nanging ATINE Mati
SAkujur Wadag Mati Nanging ATINE Urip
Yoiku Den Arani Mati Sak Jeroning Urip
Matikan dirimu sebelum mati,
yg mati hawa nafsunya dalam
hatinya hanya ada
Allah ,,Allah ,,Allah ,,,dirinya
senantiasa merasa dalam
pengawasan Allah ,...dari Allah
dan hanya untuk Allah dia
mengisi hari2nya disepanjang
hayat kehidupannya...sulit
memang tapi tidak ada
salahnya kita memahami dan
syukur2 bisa menerapkannya
dalam dirinya.
Nafsu bisa diredam dngn
prbnyk Amalan Ibadah sholat
dan berdzikir mengingat Allah
so jadikan sholat dan dzikirmu
untuk senantiasa ingat
mengingat Allah ,,sholat dan
berdzikirlah dengan hati yang
hadir ,,hati yang berserah hati
yang merindukan Allah
nafsu bisa dikendalikan
digerakkan pada perilaku dan
perbuatan yang luhur dngn
amalan2 sunnah khususnya
puasa
dan yg pasti nafsu bisa
dimatikan jika diri mampu
menghidupkan cinta kpd Allah
dlm hati kita.. menjaga hati
dengan menenggelamkan
keinginan untuk bermaksiat
dalam cahaya keluhuran kasih
sayang Allah
MATI SAKJERONING URIP
yang mati hawa nafsunya
sehingga dirinya senantiasa
berjalan dijalan yg di Ridhoi
Allah ,hanya Allah ,,dari Allah
dan untuk Allah ... jika cinta
kpd Allah sudah meliputi hati
maka keinginan bermaksiat
akan sirna..sama halnya orang
yg sudah meninggal terputus
dari nafsu duniawi
MATI SAKJERONING URIP
pepatah luhur dari leluhur kita
Kanjeng sunan kalijogo yg
artinya bahwa kita harus
mampu menghilangkan atau
mematikan nafsu khususnya
nafsu yg bersifat duniawi,
sehingga hanya Allah yg ada
dlm hati...sehingga hanya
cahaya keluhuran Allah yang
menghiasi hati kita ,,jika cinta
kepada Allah sudah meliputi
hati jangankan bermaksiat lha
wong berprasangka buruk saja
Insyaallah bisa kita
tinggalkan...sehingga hati
bersih dan sehat dari
gempuran berbagai macam
penyakit hati.
(1) Hidup ini adalah pilihan
dan Beliau para Shalihin
pendahulu kita menjadikan
Akhirat sebagai tujuan akhir
perjalanan disepanjang masa
hidupnya ,,itu jg contoh dari
"MATI SAKJERONING URIP"
karena seseorang yg
menjadikan akhirat sebagai
tujuannya maka dirinya
terbebas dari belenggu
duniawi yang fana ini...
Bagi Beliau dunia ini
nampaklah kecil bila
dibandingkan dengan kekalnya
akhirat kelak.
(2) Ingat Mati para pendahulu
kita menjadikan kematian
sebagai puncak mahabah dan
kerinduan kepada Allah
sehingga Beliau berusaha
mendekatkan diri, makin
mendekat, mendekat,
mendekat dan terus mendekat
kepada Allah melalui
Istiqomah dalam amal
ibadahnya .... itu juga
merupakan contoh dari MATI
SAKJERONING URIP Yang mati
hawa nafsunya sehingga
dirinya senantiasa berjalan
dijalan yg di Ridloi Allah ,hanya
Allah ,,dari Allah dan untuk
Allah ... jika cinta kpd Allah
sudah meliputi hati maka
keinginan bermaksiat akan
sirna..sama halnya orang yg
sudah meninggal terputus dari
nafsu duniawi
HAKIKAT IKHLAS HANYA
ALLAH YANG
MENGETAHUINYA MAKANYA
PARA PENDAHULU KITA
MEMANTABKAN HATINYA
MEMILIH MENITI JALAN YANG
DIRIDHOI ALLAH , MANTAP
MEMILIH YANG BAIK UNTUK
MENINGGALKAN SEGALA
BENTUK AMAL DAN PERILAKU
YANG BURUK.
MANTAB MEMILIH ITULAH
TERMASUK SALAH SATU
USAHA UNTUK MENGGAPAI
IKHLAS LILLAHI TA'ALA
Wejangan, KANJENG SUNAN KALIJOGO
Jumat, 19 Oktober 2018
Kerajaan Majapahit
"DARI SEKIAN BANYAK RAJA-RAJA
KERAJAAN MAJAPAHIT RAYA,
TERNYATA GENERASI PENE-
RUSNYA YANG MUNCUL
DALAM KISAH KESEJA-
RAHAN PADA ABAD
PERTENGAHAN
HANYALAH
DARI DUA
RAJA
SAJA".

Kerajaan Majapahit Raya yang megah dan termasyur itu setelah runtuh menyisakan estafet kesinambungan kekuasaan, yang justru satu sama lain saling meruntuhkan. Setelah gugurnya raja terakhir Sang mokta ring kadaton i caka 1400 yang mangkat pada Th. 1478 M, yang tak lain adalah Dyah Suraprabhawa, alias Giripati Prasuta Bhupati Ketubhuta (Prasasti Pamintihan Th.1473 M), alias Singawikramawardhana alias Bhre Tumapel (Prasasti Waringin Pitu alias Prasasti Suradakan Th.1447 M) yg memerintah dari Th. 1466-1478 M , setelah Dyah Suraprabhawa gugur maka timbul Kerajaan Demak, kemudian disusul Kerajaan Pajang dan kemudian Kerajaan Mataram Islam.
Ketiga pendiri kerajaan tersebut adalah keturunan dari Dyah Suraprabhawa, Sri Singawikramawardhana.
Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah putra ke 13 (tigabelas) yang terlahir dari Putri Cina. Setelah Demak runtuh disusul dengan timbulnya Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir, Jaka Tingkir ini adalah putra dari Kebo Kenanga dan Kebo Kenanga adalah putra dari Jaka Sangara alias Pangeran Handayaningrat, Adipati Pengging. Isteri beliau adalah Putri Pembayun, Putri dari Raja Majapahit terakhir yang terlahir dari Putri Campa. Putri Pembayun ini adalah anak sulung dari Raja Kerajaan Majapahit terakhir.
Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah putra ke 13 (tigabelas) yang terlahir dari Putri Cina. Setelah Demak runtuh disusul dengan timbulnya Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir, Jaka Tingkir ini adalah putra dari Kebo Kenanga dan Kebo Kenanga adalah putra dari Jaka Sangara alias Pangeran Handayaningrat, Adipati Pengging. Isteri beliau adalah Putri Pembayun, Putri dari Raja Majapahit terakhir yang terlahir dari Putri Campa. Putri Pembayun ini adalah anak sulung dari Raja Kerajaan Majapahit terakhir.
Setelah Kerajaan Pajang runtuh, timbul Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Raden Sutawijaya alias Panembahan Senopati.
Raden Sutawijaya itu adalah putra dari Ki Gede Pemanahan. Sedang Ki Ageng Pemanahan adalah Canggah dari Raden Bondan Kejawan alias Raden Lembu Peteng. Beliau adalah putra yang ke 14 (empatbelas) dari raja terakhir Kerajaan Majapahit. Beliau terlahir dari Putri Wandan yang berasal dari Nusantara Timur.
Raden Bondan Kejawan disebut juga Ki Ageng Tarub Anom , karena Putri dari Ki Ageng Tarub Sepuh yaitu Dewi Nawangsih dinikah oleh Raden Bondan Kejawan. Setelah Ki Ageng Tarub Sepuh meninggal, digantikan oleh Raden Bondan Kejawan dengan jejuluk Ki Ageng Tarub Anom.
Raden Sutawijaya itu adalah putra dari Ki Gede Pemanahan. Sedang Ki Ageng Pemanahan adalah Canggah dari Raden Bondan Kejawan alias Raden Lembu Peteng. Beliau adalah putra yang ke 14 (empatbelas) dari raja terakhir Kerajaan Majapahit. Beliau terlahir dari Putri Wandan yang berasal dari Nusantara Timur.
Raden Bondan Kejawan disebut juga Ki Ageng Tarub Anom , karena Putri dari Ki Ageng Tarub Sepuh yaitu Dewi Nawangsih dinikah oleh Raden Bondan Kejawan. Setelah Ki Ageng Tarub Sepuh meninggal, digantikan oleh Raden Bondan Kejawan dengan jejuluk Ki Ageng Tarub Anom.
Berikut silsilah dari Raden Sutawijaya alias Panembahan Senopati :
Dyah Suraprabhawa alias Singawikramawardhana berputra Raden Bondan Kejawan (Putra yang ke 14), Raden Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa, berputra Ki Ageng Sela, berputra Ki Ageng Enis, berputra Ki Gede Pemanahan, berputra Raden Sutawijaya.
Dyah Suraprabhawa alias Singawikramawardhana berputra Raden Bondan Kejawan (Putra yang ke 14), Raden Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa, berputra Ki Ageng Sela, berputra Ki Ageng Enis, berputra Ki Gede Pemanahan, berputra Raden Sutawijaya.
Selanjutnya siapakah Raja Majapahit lainnya yang generasi penerusnya muncul dalam kisah kesejarahan pada Abad Pertengahan?
Adalah Bhre Wengker alias Girisawardhana Dyah Suryawikrama alias Hyang Purwawisesa yang memerintah dari TH.1456-1466 M. (Prasasti Waringin Pitu alias Prasasti Suradakan Th.1447 M).
Lalu timbul pertanyaan siapakah generasi penerus dari Hyang Purwawisesa tersebut, tak lain dan tak bukan adalah Ki Ageng Giring, sahabat dari Ki Gede Pemanahan.
Adalah Bhre Wengker alias Girisawardhana Dyah Suryawikrama alias Hyang Purwawisesa yang memerintah dari TH.1456-1466 M. (Prasasti Waringin Pitu alias Prasasti Suradakan Th.1447 M).
Lalu timbul pertanyaan siapakah generasi penerus dari Hyang Purwawisesa tersebut, tak lain dan tak bukan adalah Ki Ageng Giring, sahabat dari Ki Gede Pemanahan.
Ki Ageng Giring inilah yang semestinya menurunkan raja-raja di tansh Jawa setelah runtuhnya Kerajaan Pajang, seandainya air kelapa yang disimpan oleh beliau tidak serta merta diminum oleh Ki Gede Pemanahan. Karena dalam mimpinya Ki Ageng Giring dikatakan bahwa barang siapa yang meminum buah kelapa muda (degan) yang berbuah cuma satu, maka kelak keturunannya bakal memerintah tanah Jawa. Sayangnya air kelapa muda (dengan) itu diminum oleh Ki Gede Pemanahan yang waktu itu dalam perjalanannya mampir =Jawa (singgah sebentar) ke rumah Ki Ageng Mangir. (Babad Tanah Jawa).
Berikut silsilah Ki Ageng Giring :
Hyang Purwawisesa punya anak Putri Rara Mandi, nikah dengan Arya Pandaya. Berputra Ki Ageng Wuking Sepuh=Jawa (senior/tua), berputra Ki Ageng Wuking Anom=Jawa (yunior/muda), berputra Ki Ageng Giring.
Hyang Purwawisesa punya anak Putri Rara Mandi, nikah dengan Arya Pandaya. Berputra Ki Ageng Wuking Sepuh=Jawa (senior/tua), berputra Ki Ageng Wuking Anom=Jawa (yunior/muda), berputra Ki Ageng Giring.
Dengan demikian hanya ada dua raja yang teridentifikasi generasi penerusnya muncul dalam kisah kesejarahan Nusantara di Abad Pertengahan. Selebihnya tidak ada sama sekali muncul. Dari paparan ulasan tersebut, maka dapatlah di simpulkan bahwa yang mewarisi kekuasaan Kerajaan Majapahit adalah generasi penerus dari Dyah Suraprabhawa dan Hyang Purwawisesa.
Demikian ulasan singkat mengenai generasi penerus dari Raja Majapahit yang muncul pada Abad Pertengahan, semoga bermanfaat bagi qta semua.
Salam Rahayu.
Kisah Perjanjian antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir
Kisah Perjanjian antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir

Konon ada semacam perjanjian antara Sabdopalon sebagai Pamomong (Danyang Gaib) Tanah Jawa dengan Syeh Subakir sebagai penyebar Agama Islam generasi awal di Jawa ini. Tersebutlah kisah tersebut dalam tulisan lontar kuno. Lontar tersebut diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak – tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.
Cerita tentang kisah ini pernah dipentaskan sebagai lakon wayang kulit bergenre wayang songsong (wayang kulit yang berisi cerita hikayat dan legenda Jawa) yang digelar di Desa Drajad, Paciran, Lamongan ( sebuah desa tempat situs Sunan Drajad ).
Kisah diawali dengan adanya persidangan di Istana Kesultanan Turki Utsmania di Istambul yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad I. Persidangan kali ini membahas mimpi Sang Sultan. Menurut Sultan Muhammad, beliu bermimpi mendapat perintah untuk menyebarkan dakwah islamiah ke Tanah Jawa. Adapun mubalighnya haruslah berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.
Maka dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu. Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai spesifikasi keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, ahli perubatan, ahli tumbal, dll. Titah dari Baginda Sultan Muhammad kepada mereka adalah perintah untuk mendatangi Tanah Jawa dengan tugas khusus yaitu penyebaran Agama Islam.
Dibawah ini adalah dialog antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir yang terjadi di atas Gunung Tidar. Syeh Subakir adalah salah satu ulama yang diutus Sultan Muhammad untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa ini. Adapun keahlian Syeh Subakir adalah dalam bidang membuat danmemasang tumbal. Dialog yang penulis turunkan ini adalah dialog versi imaginer yang penulis olah dari hikayat tersebut dengan bahasa penulis sendiri.
Syeh Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan.
Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala) Tanah Jawa sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewatan (para dewa) akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdopalon.
Syeh Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyang (Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir berasal dari Tanah Syam Persia.
Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh (datang) di Tanah Jawa ini ?
Syeh Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan.
Sabdopalon : Ceritakanlah selengkapnya Kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya.
Syeh Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad, Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang ‘alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut ‘Ulama.
Sabdopalon : Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi ?
Syeh Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.
Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan BudHa yang berasal dari Tanah Hindu ? Buat apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?
Syeh Subakir : Biarkan kawulo dasih (rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukankah Kisanak sendiri sebagai Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau ‘ajaran’ asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?
Sabdopalon : Ya, rupanya Kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini.
Syeh Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.
Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih.
Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu.
Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Berkuasa.
Syeh Subakir : Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.
Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.
Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah. Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka salin sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah) mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan.
Syeh Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi, wahai Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.
Sabdopalon : Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat -syarat yang harus kalian patuhi.
Syeh Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang Danyang Tanah Jawa ?
Sabdopalon : Pertama, Jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya) Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu. Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat – syarat ini kau abaikan aku akan muncul membuat goro-goro.
Syeh Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini. Namun jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya.
Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar seratus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
Langganan:
Postingan (Atom)